home

Wednesday, November 16, 2011


Kegigihan Pelopor Bisnis Ayam Organik

Thursday, November 10th, 2011
oleh : Eddy Dwinanto Iskandar

Deraan krisis ekonomi justru menggiring sang arsitek banting setir menjadi pelopor bisnis ayam organik di Indonesia, tanpa dukungan modal raksasa.

Christopher Emille Jayanata sejatinya seorang arsitek lulusan Universitas Parahyangan, Bandung. Begitu pula ketika merintis jalan entrepreneurship di tahun kedua kuliah, ia bergerak di bidang arsitektur dengan mendirikan perusahaan kontraktor dan konsultan arsitektur lanskap PT Essi Cipta Lestari. Namun, perjalanan hidup akhirnya membawa Emil – sapaan akrabnya — menjadi pengusaha ayam organik bermerek Probio Chicken.
Perkenalan dengan bisnis unggas tersebut berawal dari persinggungannya dengan dunia tanaman. Tahun 2000, ayah dua anak kelahiran Bogor, 17 Oktober 1972, ini mulai merintis bisnis sampingan, pupuk cair. Deraan krisis ekonomi 1997 membuat sektor properti — yang menjadi andalan biro arsiteknya — limbung.
Berbekal kecintaannya pada tanaman yang diperoleh dari kedua orang tuanya yang lulusan Institut Pertanian Bogor, Emil mulai bergerak di industri agrokimia itu. Nasib pun membawanya pada perkenalan dengan I Putu Kompyang, seorang Ph.D. yang berstatus Ahli Peneliti Utama di Balai Penelitian Ciawi. “Dia mengembangkan probiotik untuk sapi,” ujarnya.

Probiotik yang sebenarnya merupakan mikroorganisme hidup yang disebut-sebut berefek baik jika dikonsumsi itu telah diuji oleh Kompiang. Dan memang, hasilnya ternyata bisa diaplikasikan tidak hanya untuk hewan, tetapi juga untuk tanaman. Penelitian Kompiang yang diuji lapangan di Dinas Pertanian Garut dan Laboratorium Agroindustri Bogor membuktikan probiotik mampu memperbaiki performa tumbuh tanaman padi dan tomat, serta hewan sapi, kambing, ikan dan ayam.
Tanpa ba-bi-bu, Emil langsung menyambar peluang itu dan melabeli produknya Tumbuh di bawah payung PT Essicipta Lestari. Dari 2001 hingga 2004, dijualnya produk buatan Kompiang itu kepada para petani, petambak dan peternak di Bogor, Jawa Tengah dan Jawa Timur, sampai Lampung. Sambil jualan, Emil mengaplikasikan barang dagangannya agar konsumen percaya. “Saya terapkan juga di semua sektor pertanian. Di Wonosobo, Malang. Saya terapkan aqua culture di tambak udang dan ikan.”
Emil yakin lidahnya akan pegal-pegal jika mengomunikasikan produknya dengan sebutan probiotik kepada para petani dan pembudidaya. Maka, ia mencari gampangnya. Produknya yang diproduksi 5.000 liter per bulan di rumah Kompiang di Ciawi, Bogor, disebut vitamin untuk tanaman. Kata Emil, Tumbuh mampu mengurangi penggunaan pupuk hingga separuh dan menihilkan penggunaan antibiotik. Hasilnya, peningkatan produksi konsumennya yang telah diujicoba diklaim meningkat 30% dengan kualitas panenan yang lebih baik.
Sayang, manuver Emil membangkitkan macan tidur. Produsen pupuk dan antibiotik kegerahan melihat aksinya. Apalagi, hal itu berdampak pada menurunnya penjualan produk mereka. Para produsen pun membanting harga pupuk dengan cukup signifikan. Emil tersungkur. Maka, pada 2004, ia banting setir. Berbekal modal Rp 10 juta dan hasil ujicoba lapangan selama masa praproduksi ataupun ketika berjualan probiotik, ia memilih fokus di sektor perunggasan, tepatnya ayam, dengan merek Probio Food. Pikirannya simpel: di Jakarta saja warganya mengonsumsi ratusan ribu ekor ayam per hari, yang kini angkanya menurut Emil melonjak hingga 1,2 juta-1,3 juta ekor per hari.
Untuk produksi, ia bekerja sama dengan Hendi Hermawan, sarjana lulusan IPB yang hingga kini masih menjadi mitranya dalam urusan pembudidayaan ayam. Emil fokus di pemasaran sekaligus sebagai pemegang merek. “Pak Hendi mantan profesional 13 tahun di Charoen Phokpand. Selain itu, ada Pak Rio Kunjung juga, yang dulu turut memiliki saham awal kami,” ujar Emil seraya menyebut pada 2007 Rio melepas sahamnya.
Hendi memproduksi ayam dengan nutrisi probiotik dan menggunakan sistem plasma
dengan para peternak, di antaranya di Parung dan Cimanggu, Bogor. Hendi menjadikan rumahnya di Cimanggu sebagai rumah potong hewan berkapasitas 20-30 ekor ayam per hari dengan standar yang baik. “Organik itu tidak cuma di proses pembudidayaannya,” kata Emil. “Tapi juga pemotongannya harus bebas desinfektan, bebas kaporit, air difilter jernih, plus, kami juga pakai standar halal.”
Urusan produksi beres, Emil lantas bergerilya di pasar Jakarta dengan hanya dibantu dua karyawan. Produknya kala itu dilabeli Probio Chicken, merek yang dipakainya hingga sekarang yang diambil dari potongan kata probiotik. Kebetulan ada temannya yang memiliki akses kesupermarket kelas atas Ranch Market di Pejaten, Pasar Minggu. “Saya pilih Ranch Market karena memang yang mampu membeli dengan harga ini hanya kalangan menengah-atas. Waktu itu, hanya bule yang membeli Probio Chicken,” tuturnya. Kala itu, ia bisa memasok hingga 300-400 ekor ayam negeri per bulan ke Ranch Market. Uji coba ini sukses, akhir 2004 jumlah pasokannya meningkat mencapai 500-600 potong.
Namun, Emil mengaku, kala itu bisnisnya hanya mampu mendekati titik impas saja. “Ini produk masa depan. Tidak dipaksakan,” katanya. Prediksinya tepat. Penjualannya kian berkembang. Penyaluran ke Ranch Market selanjutnya tumbuh ke dua toko. Tahun 2007 jumlah ayam yang disalurkan Emil mencapai 800-1.000 potong per bulan.

Tahun 2007, Emil menuturkan, tren makanan sehat dimulai di Jakarta. Sayur organik mulai banyak bermunculan. Tahun itu juga ada Pameran Slow Food di Karawaci, Tangerang. Slow food merupakan konsep tandingan fast food. Dari pameran itu Emil mengetahui produknya ternyata diminati pula oleh para ibu yang anaknya menyandang autisme. Terbuka lagi satu potensi pemasaran.
Selain itu, sejak 2007 pemasarannya menjangkau sebagian gerai Hero, Carrefour, Sogo dan Hypermart.
Probio Chicken yang kini dijual seharga Rp 45 ribu untuk konsumen akhir dan Rp 33 ribu-34 ribu untuk reseller diakuinya memakan biaya produksi yang besar. “Bahkan, untuk pemotongan pun memakan cost Rp 2.000-3.000. Belum lagi, sistem quality control yang kami terapkan dengan membuang ayam tidak layak menjadikan ongkos produksi kian membengkak,” kata Emil.
Dengan meningkatnya permintaan, jumlah peternak yang menjadi plasma otomatis berbiak. Awalnya hanya dua peternak, pada 2007 menjadi lima peternak, pada 2008 meningkat lagi menjadi 15 peternak, dan kini 60 peternak di Parung, Sukabumi, Cianjur, Bandung dan Lampung.
Tahun 2007, investor baru bermunculan untuk memperkuat permodalan. Yakni, Janny Lim, Lim Tjun Ijoeng, Yuke dan Dadang. Emil pun melepas Probio Chicken dari Essicipta Lestari dan menjualnya ke PT Jesshly Mitra Probiotic Organic Indonesia. “Jesshly itu nama para pendiri. Setelah dipikir, nama perusahaan kepanjangan, diubah tahun 2008 jadi PT Pronic Indonesia, he-he-he,” ungkap Emil yang masih menjadi pemegang saham sekaligus Presiden Direktur PT Pronic Indonesia.

Permasalahan lain muncul seiring dengan membengkaknya produksi. Bahkan, akibat tak layak jual maupun salah penanganan, Emil pernah memakamkan massal 1.000 ekor ayamnya di kantor sebelumnya di Pos Pengumben, Jakarta Barat. “Itu benar-benar masa belajar kami. Dengan biaya belajar yang mahal pula,” ujar Emil di kantor barunya di Kebon Jeruk Baru, Jak-Bar, yang ditempatinya sejak April 2010.
Dengan pembenahan manajemen yang lebih fokus, pembagian kerja yang jelas dan pola pemasaran yang terarah, kini Emil merasa perusahaannya telah berada di jalur yang benar. “Kami set up divisi produksi, distribusi, pemasaran dan corporate secretary. Kami juga terapkan pembagian kerja yang pasti. Ada karyawan khusus gudang, karyawan pemasaransupermarket, pemasaran resellerfinance, dan sebagainya,” ujarnya. Total karyawan Pronic kini sekitar 40 orang.
Untuk mengatasi persoalan produk tak terjual atau tak layak jual utuh, sejak 2009 Pronic mengolahnya menjadi nugget, chicken katsu dan karage. Kini penjualan produk olahan mencapai 200 pak seminggu dengan bobot seperempat kilogram per pak.
Selain itu, Pronic juga bekerja sama dengan perusahaan Green Line Care (GLC). “Mereka membuka jalur pemasaran khusus untuk produk hijau,” ujar Emil.
Bimantoro Abimanyu, Direktur Operasional GLC, memaparkan, perusahaannya mulai memasarkan Probio Chicken pada 2009. Targetnya adalah jaringan GLC di industri hotel, restoran dan kafe (horeka) serta 10 ribu alumni pelatihan kewirausahaan GLC di seantero Nusantara. Hingga kini, sekitar 25% produksi ayam Pronic diserap GLC. “Kami punya captive market industri horeka di Bali yang menyerap sampai 20% produksi Probio Chicken,” ungkap Bimantoro yang juga menjadi reseller pribadi Probio Chicken di perumahannya di Vila Cinere Mas dan mampu menjual 90 ekor ayam per minggu.
Selain lewat GLC, pasar dikembangkan dengan mengusung konsep reseller. Namun, Emil menolak sistem waralaba. “Mahal jadinya, kasihan pembeli franchise,” ujarnya. Dengan konsep reseller, pembeli bisa membeli produk Pronic saja atau sekalian dilengkapi dengan pernak-perniknya seperti banner, brosur, seragam dan freezer.
Nunky Koestoer, salah satu reseller Probio Chicken sejak tiga bulan lalu, mengaku tertarik memasarkan setelah membaca di media massa. Hingga kini, Nunky bisa memasarkan 50 ekor ayam Probio per minggu dari rumahnya di kawasan Bintaro Sektor 3, Jakarta Selatan. “Saya yakin bisa menjual karena benar-benar ayam sehat, tanpa antibiotik, tanpa kolesterol,” ujar pensiunan pegawai pemasaran pakan ternak di PT Charoen Phokpand Indonesia Tbk. itu. Nunky juga konsumen rutin produk Pronic. Dia bersama istri dan keempat anaknya mengonsumsi total dua ekor Probio Chicken setiap hari.
Nunky awalnya kesulitan memasarkan Probio Chicken. Dia memulainya dengan hanya 10 ekor per minggu. Akan tetapi, kegigihan Nunky menelepon kenalan dan teman menghasilkan peningkatan bisnis yang cukup signifikan dalam waktu tiga bulan.
Nunky bukan satu-satunya reseller Probio Chicken. Berkat pelebaran bisnis itu, kini
Pronic sudah memiliki sekitar 30 reseller. Katering pun sudah ada yang menggunakan Probio Chicken, yakni My Meal Catering di Gading Serpong. Ada pula resto yang menggunakannya, yaitu Healthy Choice dan Stevan Shop di Serpong, Tangerang Selatan. Tak ketinggalan, ada sekolah internasional yang menjadi pelanggannya seperti sekolah Prancis Lychee International Francois di Cipete, Jak-Sel.

Kini, total penyaluran ayam Probio mencapai 12 ribu ekor per bulan dan menjangkau wilayah Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar, Lampung dan Balikpapan. Rumah potongnya di Cimanggu pun kini berkapasitas 1.000 potong per hari. Meski demikian, Emil, yang perusahaan arsitekturnya kembali moncer dengan 60 pegawai dan jumlah proyek mencapai 600 buah, hingga kini belum beriklan. Ia lebih banyak bergerak melalui jalur kehumasan dan memasarkan melalui komunitas di Komunitas Organik Indonesia yang terdiri dari 8.000 anggota lepas dan 40 pebisnis.
Andre Vincent Wenas, pengamat dan praktisi bisnis, memaparkan bahwa bisnis Emil berpeluang sangat besar di tengah tumbuhnya kesadaran hidup sehat. Bahkan, Andre mengaku kini keluarganya telah memakai beras merah dan sayur organik. “Orang yang mampu secara ekonomis akan menjadikan hidup sehat sebagai prioritas dan mereka tidak akan berpikir panjang.”
Menurut Andre, pemasaran produk Emil harus disertai chanelling dan penjelasan yang tepat agar terjadi referral. “Dia bisa bekerja sama dengan komunitas yang akan memberikanreferral ke lingkungannya. Selain itu, dia bisa membuat komunitas sendiri atau mendompleng komunitas yang sudah ada. Dia juga bisa membangun brand ambassador berpengaruh,” Andre memberi saran.
Emil tak berniat menghentikan langkahnya di kawasan Indonesia saja. “Target kami, 2012 ke Singapura,” ujarnya optimistis.
BOKS
Tonggak Sukses
Christopher Emille Jayanata
  1. Meyakini visinya
  2. Giat mencari lahan bisnis baru kala krisis
  3. Gigih mencari alternatif pemanfaatan produk
  4. Fokus membesarkan merek
  5. Tidak mengincar untung di awal berbisnis
  6. Bersedia merestrukturisasi perusahaan saat kesulitan manajemen
  7. Tak segan berbagi rezeki dengan mencari investor dan reseller untuk mendukung bisnisnya
  8. Terus berekspansi

Eddy Dwinanto Iskandar
Riset: Siti Sumariyati

Tuesday, November 15, 2011


Tribute to Steve JobsPDFPrint
Friday, 07 October 2011
Tak seperti biasanya, pada tahun 2009, BBC Two menurunkan seorang pengusaha yang “sudah jadi” dalam tayangan Dragon’s Den, yang biasanya diisi pengusaha pendatang-pendatang baru.


Dia adalah penemu (inventor) yang sangat dikagumi dunia. Biasa muncul dengan sweter hitam lengan panjang, yang ditarik setengah lengan ke atas dan bercelana jeans. Begitu muncul, pembawa acara memulai dengan kalimat menyentak: “Mencari uang memang tak mudah.”Lalu muncullah Steve Jobs.Ia memperkenalkan produk yang katanya akan melejit pada 2010.“Introducing a truly magical & revolutionary product. We call it the iPad,” ujarnya penuh percaya diri.

Banyak pertanyaan muncul di kepala saya.“Bukankah Dragon’s Den ditujukan pada inventor pemula yang butuh uang kecil? Mengapa produsen BBC Two menurunkan Jobs? Sekadar membuat tinggi rating? Atau apa?” Tidak ada jawaban yang jelas. Tetapi seperti yang saya duga, “jualan” Jobs mereka patahkan.

Semua angel investor (calon pemodal) menolak membiayai produk baru Jobs. Tak seorang pun di antara mereka mau mendanai produk yang kemudian mampu mengubah wajah dunia, sekaligus menaikkan value para pemegang saham Apple. Kalau Jobs orang Asia, dia pasti sudah kehilangan muka.

Yang menarik perhatian saya, para angel investor itu mengatakan demikian: “Fantastic.There is no problem with the product… the only problem, you are very difficult person to work with….”.

Mereka mempersoalkan pribadi Jobs yang dikenal industri sebagai orang yang sulit untuk diajak bekerja sama. Dari mana mereka mendapatkan kesan itu? Apakah orang-orang hebat, penemu, dan navigator masa depan selalu pribadi yang sulit?

Pirates of Silicon Valley 

Selain ramai dibicarakan pasar karena inovasinya, persepsi publik terhadap Steve Jobs ternyata juga dibentuk oleh film Pirates of Silicon Valley, yang diangkat dari buku Fire in the Valley: The Making of the Personal Computer (Paul Freiberger & Michael Swaine).Seperti Mark Zuckerberg (founder Facebook) yang dikiaskan begitu buruk perangainya dalam film The Social Network,Jobs diceritakan dalam film itu sebagai pribadi yang sulit.

Benar dia seorang revolusioner. Pada 1975,dia menyatakan kepada partnernya, Steve Wozniak, bahwa mereka berdualah The True Revolutionaries,bukan mahasiswa yang pada 1970-an gelisah menaikkan revolusi. Jobs dan Wozniak merevolusi dunia melalui komputer Macintosh dan berhadapan dengan sosok yang tampil lebih soft,Bill Gates yang membangun industri software dan membangun platform lewat IBM-PC.

Keduanya bersaing ketat. Namun, ada dua masalah yang membentuk persepsi tentang karakter Jobs. Pertama adalah kisah affair-nya dengan kekasihnya yang ditinggalkan begitu saja sampai memiliki anak biologis di luar pernikahan. Kejadian personal yang dilakukan Jobs pada 1975 itu digambarkan dalam film Pirates of Silicon Valley sebagai pribadi yang sulit.

Dan kedua, adalah pemecatan terhadap dirinya yang dilakukan CEO John Sculley dari Apple Computer pada 1985. Sejak itulah, label sebagai pribadi yang sulit terbentuk luas dan Jobs hidup di luar perusahaan yang ia dirikan sendiri. Pemarah,mudah mencampakkan orang, tak bisa diajak kerja sama adalah gambaran yang ditampilkan film tentang Jobs.

Namun bila Anda menyaksikan film ini, dan juga menonton film The Social Network, maka Anda mungkin bisa lebih berempati pada inovator-inovator muda yang sedang kelebihan hormon dan sangat ambisius untuk mengubah wajah dunia melalui jalur kewirausahaan.

Mereka adalah manusia yang sama seperti kita, ingin sukses tetapi bertarung dengan waktu, menciptakan masa depan dengan merangkai rantai-rantai nilai baru yang belum dikenal sebelumnya. Wajar saja bila mereka bertabrakan menghadapi kepentingan- kepentingan bisnis dan nilai-nilai, perilaku yang disorot publik,dan terkaman-terkaman pemburu kesempatan.

Tetapi waktu berjalan,mereka pun menemukan kematangankematangan baru dengan “hormon” yang mudah terkendali. Setelah tergelincir keluar dari Apple, Jobs mendirikan NeXT yang memfokuskan bisnisnya pada pendidikan tinggi. Namun pada 1996, Jobs berhasil kembali ke perusahaan yang dia dirikan dan menjadi CEO.

Sejak itulah, dunia menunggu Apple melompat ke kurva kedua, yang kelak dia buktikan melalui iPod,iPhone, dan iPad yang kembali mengubah wajah dunia.Nama besar Jobs kembali melambung ke udara sampai dia mengumumkan resign dan mengalami gangguan kesehatan serius.

DNA Perubahan 

Bagi saya, kepergian Steve Jobs bukanlah sekadar kepergian seorang usahawan biasa. Jobs adalah orang yang pantas dikagumi orang-orang muda melalui karya-karyanya yang telah merevolusi dunia. Dia membentuk dunia baru tanpa kenal lelah dan menginspirasi lahirnya industri-industri baru.

Di berbagai media sosial, beredar kalimat-kalimat indah yang dikutip orang-orang muda. Salah satunya: “the only way to do great work is to love what you do…”.Namun bagi saya,kalimat yang paling mengesankan justru adalah kalimat yang dia ucapkan saat ia berefleksi di masa-masa sulit.

Saat dipecat dari Apple,dia mengatakan itulah keputusan terbaik yang terjadi pada dirinya. Dia mengatakan: “The heaviness of being successful was replaced by the lightness of being a beginner again, less sure about everything. It freed me to enter one of the most creative periods of my life”.

Selamat beristirahat Steve Jobs, kita beruntung hidup dalam era yang penuh perubahan, dan menyaksikan karya besar teknologi yang menandai hidup baru yang lebih terbebaskan dari batasan-batasan revolusi industri. Kata orang bijak,“ Sukses bukanlah seberapa tinggi gunung yang bisa Anda taklukkan, melainkan bila Anda jatuh, seberapa cepat Anda bisa naik kembali.”  RHENALD KASALI Ketua Program MM UI 
Visi Misi - Jawapos 10 Oktober 2011


“Mendaratkan manusia ke bulan dan membawa mereka kembali ke bumi dengan selamat pada akhir dekade ini. “ Tebaklah siapa yang membuat pernyataan ini?

Benar! Itulah vision statement yang diajukan John F. Kennedy sebelum ia terpilih sebagai presiden Amerika Serikat. Dan Andapun tahu apa yang ia lakukan selama masa jabatannya. Dalam beberapa kesempatan ia berulang-ulang menyebutkan alasannya. “Kita memilih terbang ke bulan, bukan mendaki gunung karena itu sulit dan kita tidak ingin membiarkan Uni Soviet melihat bumi Amerika dari atas langit kita,” ujarnya.

Visi dan Misi kini telah menjadi jargon sehari-hari masyarakat, dan selalu muncul saat Pilkada sampai Pilkate (Pemilihan Ketua RT). Dan anehnya, tak satupun visi para pemimpin diingat masyarakatnya. Saya curiga, jangan-jangan para pemimpin sudah lupa dengan vision statement yang mereka buat sendiri karena terbukti hasil yang mereka capai jauh dari yang mereka janjikan dan mereka melupakan janji-janjinya. Lagi pula mengapa Visi itu cuma diucapkan selama pemilihan?

Jelas dan Singkat
Mungkin juga semua terlupa karena apa yang dibuat adalah pernyataan yang klise, asal-asalan, dan bahkan terlalu kompleks. Disebut klise karena Visinya terlalu umum, jauh sekali, mengambang, dan sulit dipegang.

Perhatikanlah janji Kennedy di atas. Ia mengungkapkan Visinya begitu spesifik sehingga mudah diingat dan membawa semua staf fokus ke satu tujuan yang riil, jelas dan menembus batas keragu-raguan. Sama seperti yang diucapkan almarhum Steve Jobs:” An Apple at every desk” (Satu Apple pada setiap meja).

Lantas bandingkanlah dengan vision-vision statement berikut ini. Presiden SBY:”Terwujudnya Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur” Di lain berita saya membaca visinya sebagai berikut:”Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan.” Saya tidak tahu persis mengapa keduanya berbeda.

Namun secara umum dapat dikatakan Visi para pemimpin masih belum spesifik dan sulit dibedakan. Lihatlah apa yang menjadi Visi Ibu Megawati: ”Gotong royong membangun kembali Indonesia raya yang berdaulat, bermartabat, adil, dan  makmur.” Atau pasangan JK-Wiranto:” Indonesia yang adil, mandiri, dan bermartabat.” Susah ya membedakan Visi mereka! Jangan-jangan para pemimpin benar-benar belum paham arti pentingnya mengelola masa depan secara strategis melalui Visi -  Misi.

Di dalam bisnis, Visi – Misi adalah hal yang biasa. Kalau usaha Anda sekedar UKM, Anda belum memerlukan visi-misi. Sasaran utama Anda adalah sekedar survive. Seingat saya, perusahaan saya yang mati sebelum berkembang adalah perusahaan yang dipersiapkan sungguh-sungguh dengan visi-misi yang sangat ideal. Namun namanya juga usaha kecil yang masih baru dimulai. Ia masih sangat lemah dan belum jelas betul mau kemana. Pernyataan Visi – Misi itu dibantu konsultan. Ini namanya dokter diobati dokter. Usaha saya yang maju adalah justru yang dibangun dengan kerja keras tanpa pernyataan tertulis tentang Visi - Misi. Sekarang, setelah berkembang barulah saya memikirkannya. Maklum saja, karyawan mulai banyak, dan para eksekutif perlu diarahkan pada kesatuan bertindak.
Saya lalu membuka-buka berbagai visi Misi yang telah dilakukan tokoh-tokoh besar. Uniknya, semakin besar, vision statement mereka semakin simpel.

Mudah Diingat
Sekarang lihatlah apa yang dinyatakan oleh perusahaan-perusahaan besar. Mereka jelas mampu membedaan Visi dengan Misi. Disney misalnya cukup menyatakan visinya:“ To make everybody happy.” Canadian Cancer Society:” menciptakan dunia dengan tidak ada satupun warga Canada yang takut terhadap kanker.” Bill Gates: A computer on every desk”, sedangkan perusahaan-perusahaan  (Microsoft) mengatakan :” Keajaiban software dengan kekuatan internet dengan piranti lintas dunia.” Atau Nokia:” Connecting people and very human technology.” Demikian pula Google: “ To develop a perfect search engine.”

Rumus-rumus Visi yang simple mudah diingat dan menggerakkan manusia. Andapun bisa membuat karyawan-karyawan Anda mudah menjalankan Visi Anda dengan kalimat-kalimat pernyataan Visi yang simpel. Saya punya banyak contoh vision statement perusahaan-perusahaan lokal, namun mohon maaf tidak muat saya tulis di kolom ini karena panjangnya minta ampun. Kalimat-kalimatnya tumpang-tindih, kelihatan pemimpin-pemimpin kita tidak artikulatif dan terperangkap menjelaskan usaha-usahanya yang banyak maunya.

Harap diingat vision statement yang baik mampu menjelaskan Visi pemimpin yang energizing, mudah diingat, realistik, dan membedakan Anda dari yang lain. Visi tidak bisa dipisahkan dari misi, tata nilai dan perilaku, serta action plan. Kalau setiap pemimpin memahami apa yang ia inginkan dan bisa menjelaskannya dengan baik, niscaya warganya akan mendukung dan rakyatnya sejahtera.
 

Rhenald kasali
Guru Besar Universitas Indonesia


Lari Kencang Menteri DahlanPDFPrint
Thursday, 03 November 2011
Meski kehilangan Fadel Muhammad,Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II hasil reshuffle mendapatkan Dahlan Iskan. Dahlan, seperti Fadel, adalah seorang “doer”. Larinya kencang, matanya jeli,dan yang lebih penting lagi, ia tahu mana yang jadi prioritas yang harus segera diputuskan.

Ibarat nasabah yang diangkat menjadi bankir atau bankir yang diangkat menjadi juru runding debitur yang tengah bermasalah,Dahlan Iskan tahu apa yang dirasakan masing-masing BUMN.Doing from the other side of the table! Kini Dahlan harus berunding dengan “bank” yang membinanya, praktis jurus- jurus yang dipegang “bank”ada di tangannya. Dari direksi BUMN yang biasa diberi arahan oleh kementerian yang basisnya adalah birokrasi, kini ia berada di sisi birokrasi. Yang harus ia benahi adalah kantor kementeriannya agar “in line” dan “senafas”dengan BUMN yang dituntut berkinerja.

Nafas Berbeda 

Sejak Kementerian BUMN didirikan,dan aset-aset BUMN dipisahkan dari Direktorat Pembinaan BUMN – Departemen Keuangan,sebenarnya sudah ada banyak kemajuan. Menteri Tanri Abeng,profesional, yang datang bersama-sama CEO terkemuka Indonesia (Robby Djohan dan Abdul Gani) melakukan gebrakan riil. Laksamana Sukardi,yang juga mantan CEO meneruskan membawa lebih banyak lagi para praktisi ke dalam BUMN.

Di era Sofyan Djalil,selain ditanamkan prinsip-prinsip good governance, ia juga agresif membawa masuk CEO profesional ke dalam BUMN. Namun, seperti memindahkan ikan samudera ke dalam “fresh water”yang biasa dihuni ikan-ikan air tawar, tidak semua ikan-ikan hiu itu survive. Sebagian mabuk sempoyongan. Hiu yang biasa mengarungi samudera luas melawan predator- predator raksasa kini harus hidup bersama-sama ikanikan konsumsi yang larinya tak sekencang mereka.

Berlari kencang, terlalu banyak dinding yang harus diterjang.Melihat agresivitasnya, pemilik kolam yang tak biasa melaut sering dibuat kecut. Alih-alih membuat ikan-ikan konsumsi berlari lebih cepat, ikan-ikan samuderalah yang direm, dijadikan ikan kolam. Beberapa CEO yang lari kencang itu akhirnya tak bisa bertahan lama.

Beruntung,masih ada orang-orang hebat yang mampu mengembangkan “jurus- jurus” yang lebih adaptif. Hotbonar Sinaga (Jamsostek), Ignasius Jonan (KAI), Agus Martowardojo & Zulkifli Zaini (Bank Mandiri), Richard Jose Lino (Pelindo II),Pasoroan Herman Harianja (Pelindo IV),Gatot M Suwondo ( BNI), Sofyan Basir (BRI),dan tentu saja Dahlan Iskan yang sukses memimpin PLN adalah sebagian contoh CEO yang lari kencang di BUMN.

Di samping mereka tentu juga beberapa direksi yang lahir dari dalam BUMN yang sama kencang larinya. Dari mereka itulah kita belajar ada dua masalah yang harus segera diselesaikan. Pertama, bagaimana menyelaraskan “nafas” antara kantor kementerian dan BUMN itu sendiri. Kedua,bagaimana membina agar BUMN yang belum dikelola dengan baik bisa lari lebih kencang lagi. Untuk masalah yang pertama, bolanya memang ada di pemerintah.

Kalau BUMN mau dibuat maju, kantor kementerian dululah yang harus direformasi menjadi holding BUMN yang dikelola secara lebih profesional dari BUMN yang dibinanya. Kantor kementerian ini nafasnya tidak boleh sama dengan kementerian-kementerian lainnya yang terperangkap oleh,maaf, “kultur kucing”.

“Kucing” adalah metafora yang saya gunakan dalam buku Cracking Zoneuntuk menggambarkan kantor-kantor yang bergerak lambat atau setengah lambat seperti petugas di kantor- kantor kelurahan atau kecamatan. Toiletnya kumuh dan tempat parkirnya semrawut menandakan tak ada pemimpin yang peduli pada pelayanan. Seragam-seragam petugasnya lusuh, ikat pinggang satpam kedodoran pertanda kurang diberi makan. Resepsionis bekerja malas-malasan pertanda tak ada supervisi.

Jam 5 sore sebagian besar pegawai sudah gelisah ingin pulang, tak ada leadership. Politisi dibiarkan menekan dan banyak dapat bisnis, pertanda ambisi perorangan dan rasa takut. Budaya korporat “kucing” tentu tidak hanya ada di kantor- kantor kementerian secara umum, tetapi juga masih banyak ditemui di BUMN yang kata para profesional terkesan “malas”.

Kucing itu betah di rumah, biasa diberi makan, dan kalau tidak diberi makan, ia akan mengorek-ngorek dapurnya sendiri. Dia setia, tapi lamban sekali. Sejak para profesional bergabung di Kantor Kementerian BUMN,harus diakui larinya sedikit lebih kencang, tetapi belum cukup.Kantor ini memang belum didesain agar insaninsannya bisa lari kencang karena nafasnya adalah birokrasi dan kepegawaiannya PNS dengan struktur insentif yang tidak bisa membuatnya bergerak lebih dinamis.

Crackership 

Menyadari “bangunan” rumahnya yang belum didesain untuk lari kencang, Menteri Dahlan Iskan memilih cara kedua, yaitu membenahi BUMN agar tidak “berbudaya kucing” lagi. Namun, saya kira ia butuh amunisi yang lebih besar,yaitu struktur kantor kementerian yang lebih korporatif.Menpan dan Setneg harus bisa membantu agar Kantor Kementerian BUMN tidak memiliki desain bangunan yang sama dengan Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kementerian Dalam Negeri.

Kementerian-kementerian yang lain adalah cost-center, sedangkan Kementerian BUMN adalah income–generator. Di Singapura saja,BUMN bahkan menyumbang 60% dari GDPnya. Jadi,kalau ingin BUMN sehat dan larinya kencang, kementeriannya harus dibuat lebih otonom dengan kultur korporatif,yaitu kultur cheetah yang siap bertarung, insentifnya harus bagus, gajinya harus “above market price”dengan insentif yang menarik.

Ada kebebasan untuk bergerak lebih leluasa, dan pegawai-pegawainya tak memerlukan evaluasi serta rekrutmen seperti metode yang dipakai di dunia PNS. Menteri Dahlan Iskan menyentak. Ia berlari sangat kencang. Di surat kabar kita melihat ia sedang menyetir mobil sendiri dan di sebelahnya duduk Wamen BUMN Mahmuddin Yasin. Saya dengar mereka berdua langsung bekerja sesaat setelah dilantik.

Di mobil pun berkoordinasi, sedangkan menteri-menteri yang lain masih berjarak dengan wamennya yang masih bingung harus berbuat apa. Para CEO BUMN yang saya temui mengaku menterinya lari kencang. Ini pertanda alignment mulai bekerja. Namun, tuntutannya jelas.BUMN harus fokus, jangan terlalu banyak menghabiskan waktu untuk rapat dengan kantor kementerian, dan utamakan profesionalitas.

Hanya dalam hitungan hari, Kantor Kementerian BUMN sudah memutuskan tindakantindakan strategis. Berapa besar dana PSO untuk membantu BUMN yang perlu suntikan modal sudah keluar, dan kemarin ia memutuskan untuk menyerahkan aset-aset tidak produktif yang jumlahnya sangat besar di BUMN agar dikelola PT PPA. Aset-aset tidak produktif di BUMN memang banyak sekali sehingga return on assets-nya sangat rendah.

Common sense kita mengatakan, punya aset dan tanah yang luas kalau tak punya cash flow yang cukup, aset-aset itu justru menjadi beban. Bagi saya,Dahlan Iskan adalah sosok lain yang dirindukan bangsa ini. A doer is much more needed rather than just a lazy thinker.Seperti yang saya katakan pekan lalu, Indonesia bukanlah kereta api otomatis yang cukup dikemudikan masinis yang hanya bekerja dengan telunjuk jarinya.

Indonesia adalah sebuah kapal besar yang perlu digerakkan pemimpin efektif. Jadi bergeraklah para CEO BUMN, ubah budaya kucing menjadi cheetah, dan jadilah crackeryang gesit.Bergeraklah Kantor Kementerian PAN,beri lebih banyak ruang agar Kementerian BUMN bisa lebih hebat dari Khazanah (Malaysia) atau Temasek (Singapura). Selamat bekerja Menteri Dahlan Iskan, semoga Tuhan terus memberi kesehatan dan kebijaksanaan untuk reformasi birokrasi. 

RHENALD KASALI 
Ketua Program MM UI          

Surfice DogPDFPrint
Thursday, 10 November 2011
Di akhir tahun ini, perhatian para eksekutif banyak tertuju pada seekor anjing golden retriever yang dirawat pelatihnya, Judy Fridono.

Ia menjadi perhatian bukan karena harganya atau karena orang berebut ingin memilikinya, melainkan karena ceritanya.Para eksekutif menaruh perhatian setelah mengetahui kehidupan hewan peliharaan ini mampu mengubah cara berpikir manusia dalam menghadapi masa-masa sulit.

Saya sengaja memilih topik tentang anjing penuh cinta yang kaya cerita ini untuk mengantarkan Anda menghadapi tahun 2012 yang jauh lebih menantang dibandingkan dengan situasi yang Anda hadapi di tahun ini. Seperti kata pepatah––kita tak mungkin mendapat hasil yang lebih baik dengan cara yang sama berulang-ulang––, kita pun perlu mempersiapkan tim yang jauh lebih tangguh, yang siap berubah. Beginilah ceritanya.

Service Dog yang Gagal

Anjing kecil yang lahir 25 Januari 2008 ini diberi nama Ricochet atau sebut saja Ricky. Meski bernama laki-laki, ia sebenarnya anjing betina. Sejak lahir, Ricky sudah mengikuti program yang akan membawanya menjadi service dog, yaitu anjing penuntun orang cacat, khususnya kaum tunanetra.

Dari videonya yang saya pelajari, Ricky sudah diprogram sejak matanya belum terbuka. Ia dilatih mengikuti inderanya. Badannya bergerak mengikuti stimulus yang diberikan pelatih dan setiap kali menjalankan tugas, ia diberi usapan kasih sayang yang membuat hidupnya penuh kehangatan. Pet yang cerdas ini dengan cepat menangkap segala latihan yang diberikan kepadanya. Mengambil payung, membuka pintu,membunyikan bel, menyalakan lampu rumah, membuka kulkas, mengambil makanan,menuntun majikannya melakukan perjalanan rutin, dan seterusnya.

Pokoknya ia hewan yang cerdik dan siap dilepas. Masalahnya, di usianya yang ke-1,5 tahun, Ricky diketahui memiliki kegemaran yang membahayakan tunanetra, yaitu suka mengejar burung. Tak peduli tugas apa pun yang sedang dijalankan,ia pasti berlari mengejar kumpulan burung yang ada di dekatnya, lalu menghalaunya. Bayangkan apa jadinya kalau ia sedang bertugas mengantar majikan menyeberang jalan, tiba-tiba ada seekor burung di jalan raya yang sedang ramai. Tentu berbahaya.

Menurut Judy Fridono, keadaan itu memaksanya untuk mengeluarkan Ricky dari programnya.Dengan berat hati ia mulai menghentikan latihan dan bersiap-siap melepas Ricky dan melatih anjing lain yang baru lahir. Namun menjelang pelepasan ia berpikir kembali. “Mengapa harus fokus pada kelemahannya? Bukankah kita semua makhluk hidup memiliki kelemahan?”

Fokus pada Kekuatan

Bagi Anda yang pernah terlibat dalam program transformasi, pasti masih ingat pesan yang sering saya sampaikan, jangan berfokus pada kekurangan atau kelemahan pada tim Anda.Itu pula yang diyakini pelatih Ricky. Daripada berfokus pada kelemahan anjingnya, ia pun berfokus pada apa yang bisa dilakukan dan menjadi kekuatan Ricky. Kekuatan itu pasti ada dan tugas setiap coach adalah menemukan elemen-elemen kekuatan itu.

Saya tak tahu persis apa yang menjadi kekuatan Anda karena sebagai atasan kita hanya menyiapkan Anda–– membuat program untuk Anda––sesuai dengan kebutuhan kita, kebutuhan organisasi. Kita melatih seseorang untuk kebutuhan kita, bukan untuk kebutuhan mereka. Bahkan sepanjang kita melakukan pekerjaan rutin sering kali kita tidak berpikir tentang kekuatan-kekuatan itu. Kita hanya terpaku pada job description, yaitu deskripsi tugas dari job yang kita dapatkan saat rekrutmen.

Sekali seseorang berada di sana––sepanjang ia tak membuat ulah––, ia akan terkunci di situ sekian tahun, lalu ia dipindahkan ke tempat lain sesuai dengan keperluan organisasi. Kita jarang sekali menaruh pada kekuatan-kekuatan personal, selain kekuatan-kekuatan massal yang kita dapatkan dari berbagai alat ukur. Lalu para eksekutif terbiasa mengembangkan program bukan berdasarkan kekuatan yang dapat dikontribusikan anak buahnya,melainkan pada kebutuhan organisasi. Hasilnya tentu bisa diduga, ada sebagian orang yang tidak bisa mengikutinya.

Apalah jadinya kalau Albert Einstein dipaksa ikut kursus menyanyi oleh orang tuanya atau bila Picasso diwajibkan ikut program fisika? Kembali ke program yang dicanangkan untuk Ricky,saat kesedihan datang, Judy Fridono justru menemukan satu kekuatan yang tidak pernah ia eksplorasi, yaitu kemampuan melakukan keseimbangan di atas papan selancar. Ia menemukannya saat Ricky dilatih di atas sebuah kolam kecil. Ia dengan lincah melakukan counter balance. Maka,menurut pelatihnya, “Rather than focus on what she couldn’t do,I focused on what she could do, which was surfing.” Judy fokus di sana dan menjadikan Ricky surfing dog,yaitu anjing yang melakukan surfing di atas gelombang ombak di bibir pantai. Ternyata ia memiliki kehebatan dan keseimbangan yang luar biasa.

Kabar itu segera menyebar ke berbagai penjuru. Dalam hitungan bulan permintaan sudah datang dan seorang anak yang mengalami cedera tak bisa berjalan memintanya. Ia minta diajak tandem berselancar dengan Ricky. Permintaan dikabulkan, mereka bertandem sungguhan, bahkan event itu digunakan untuk melakukan fundraising. Mereka berhasil menangguk donasi di atas USD10.000 plus terapi selama tiga tahun.

Video ini saya putar berkali- kali di hadapan para peserta program transformasi dan mereka semua mengatakan ini adalah video terindah yang pernah mereka lihat, yaitu video yang menggugah mereka untuk berubah. Berfokuslah pada kekuatan, maka Anda akan mendapatkan kehebatan.Selamat mempersiapkan tahun yang lebih menantang.

RHENALD KASALI 
Ketua Program MM UI 

Perhiasan Terindah

Monday, February 21st, 2011
oleh : Gede Prama

Meminjam cerita Anthony de Mello, suatu waktu ada gadis desa yang hamil tanpa suami. Tentu saja orang tuanya mengamuk, kemudian memaksa agar putrinya menunjuk lelaki yang menghamilinya. Di tengah kekalutan, remaja ini kemudian menunjuk orang tua bijaksana di pinggir hutan. Dan marahlah warga desa, kemudian semuanya memaki. Di tengah amukan dan cacian warga desa, orang tua bijaksana ini hanya berucap tenang, “Baiklah!”
Berbulan-bulan perempuan hamil ini dirawat dengan baik. Tanpa keluhan, tanpa keributan. Merasa dirinya diperlakukan sangat baik, ibu muda ini dihinggapi rasa bersalah mendalam kepada orang tua bijaksana tadi. Kemudian ia mengaku ke orang desa bahwa bukan orang tua bijaksana itu yang menghamilinya, melainkan sejumlah lelaki tidak bertanggung jawab. Maka kembalilah warga desa ke pinggir hutan sambil minta maaf. Lagi-lagi orang tua bijaksana ini berucap pelan, “Baiklah.” Di mata kepintaran, orang tua ini masuk ke dalam kotak kebodohan, tetapi di mata makhluk tercerahkan orang tua ini sungguh mengagumkan.
Bila boleh jujur, keseharian manusia di mana-mana penuh kemarahan. Di Amerikat Serikat daftar kemarahan dengan bahasa sarkastis semakin panjang. Di negeri ini, banyak sekali hal yang bisa membakar api kemarahan. Terlebih menjelang pemilihan presiden, tuduh-menuduh dengan judul bohong berseliweran.
Sesungguhya tidak ada yang berniat marah. Bila digali lebih dalam, manusia mewarisi bibit kemarahan dari orang tua, sekolah, lingkungan. Bibit ini kemudian disirami dengan menonton televisi yang berisi perkelahian, radio yang memberitakan kebencian, media cetak yang laris justru dengan berita kriminalitas, pemimpin yang miskin keteladanan. Sehingga tanpa perbaikan serius, manusia akan terus dibakar kemarahan.
Berbeda dari logika sebagian ilmu kedokteran Barat yang membuang organ tubuh bermasalah, meditasi mengajarkan untuk mengawasi kemarahan. Tatkala sakit kepala, tidak mungkin seseorang membuang kepalanya, melainkan merawat kepalanya. Hal serupa terjadi dengan kemarahan, membuang kemarahan serupa dengan membuang malam dan hanya mau siang.
Ada beberapa pendekatan yang tersedia dalam hal ini. Memandang secara mendalam adalah sebuah pendekatan. Sejujurnya kemarahan terjadi bukan karena godaan orang, melainkan lebih banyak karena manusia kebanyakan serupa jerami yang sedang terbakar (baca: iri, dengki, sakit hati dan lain-lain). Godaan yang datang dari luar mirip angin yang bertiup.
Karena itulah, lebih disarankan untuk mengawasi bibit kemarahan yang ada di dalam. Tolehlah ke dalam ketika kemarahan datang, cermati jerami terbakar yang datang dari pikiran negatif seperti iri dan tidak sabar, tarik napas pelan-pelan, rasakan segarnya udara yang masuk melalui hidung. Sebenarnya ada rahasia kesegaran, ketenangan, kebeningan di balik ketekunan menyatu dengan napas. Sebagaimana kita tahu, masa lalu sudah lewat, masa depan belum datang, satu-satunya uang tunai kehidupan adalah saat ini. Maka, dalam bahasa Inggris masa kini disebutthe present (hadiah). Indah, sejuk, lembut, itulah hadiah buat mereka yang rajin terhubung dengan kekinian melalui memperhatikan napas.
Di samping memperhatikan napas, bibit kemarahan juga bisa diawasi dengan meditasi jalan. Terutama dengan melihat hakikat semua fenomena (termasuk kemarahan) yang muncul lenyap sebagaimana langkah kaki. Membadankan dalam-dalam bahwa semuanya muncul lenyap bisa menjadi awal terbukanya pintu kesabaran. Sebagai tambahan, mengerti dengan penuh belas kasih bahwa orang yang menyakiti sesungguhnya sedang menderita, adalah pendekatan lain. Ia yang bisa memandang seperti ini, mengalami transformasi di dalam. Dari mau melawan menjadi mau menolong.
Dengan demikian, menyejukkan kemarahan dapat dilakukan dengan kesabaran, terutama karena kemarahan membuat bumi penuh api. Setelah tersejukan terlihat terang, kita semua sama yakni mau bahagia. Lebih mudah menjadikan bumi ini tanah suci dengan melihat kesamaan-kesamaan dibanding bertempur tentang perbedaan.
Dan akhirnya, ketika seorang ayah ditanya putranya apakah perhiasan yang paling indah, dengan lembut ia menjawab: “Kesabaran adalah perhiasan yang terindah.” Terutama karena kesabaran menjadikan bumi ini tanah suci. Dalam bahasa seorang guru, senapan hanya bisa melenyapkan sejumlah musuh. Namun kesabaran bisa melenyapkan semua musuh. Inilah ciri manusia yang sudah mengenakan perhiasan terindah kehidupan. Tidak saja musuhnya lenyap, tetapi semua tempat menjadi tanah suci.
Penulis buku Pencerahan Dalam Perjalanan dan Simfoni di Dalam Diri.
Share and Enjoy:
  • Facebook
  • TwitThis
  • Digg

Leave a Reply

 
 
 
Security Code: