home

Tuesday, October 18, 2011

Procrastination Nite - Sindo 13 Oktober 2011 Banyak orang ingin tahu mengapa semakin banyak orang dari bangsa ini yang senang menundanunda pekerjaan. Jalan-jalan berlubang di kampung tempat tinggal saya, misalnya, kalau belum menjadi kubangan dalam belum ada perbaikan. Kalaupun diperbaiki,kami semua harus menunggu sampai akhir tahun. Alhamdulillah, akhirnya Oktober ini lubang-lubang dalam itu sudah rata. Di Ambon, beberapa hari lalu seorang bapak menangis bercampur marah karena petugas PLN terlambat datang mengurus jaringan listrik yang bocor. Seorang anak kecil menjadi korban, tersetrum listrik dari air di bak mandi. Di Medan, puluhan ibu-ibu mengamuk kepada petugas sebuah airlines di bandara, yang terkesan menggampangkan dan tidak cepat menangani keluarga mereka yang menumpang pesawat yang jatuh di lereng Pegunungan Bahorok. Media massa memberitakan, kalau cepat ditangani,kemungkinan besar beberapa korban masih hidup. Akhirnya keberangan publik semakin jelas menyaksikan lambatnya penyerapan APBN di hampir semua kementerian Republik Indonesia. Seorang pejabat di Kementerian Keuangan pernah mengatakan, hingga akhir Februari lalu, anggaran pada 10 kementerian baru bisa menyerap 5%. Ini berarti mereka tidak langsung bekerja begitu DIPA diterima bulan Januari.Akibatnya,wajar kalau hingga Oktober tahun ini daya serap anggaran masih berkisar 50%.Ada yang bilang sudah sebesar 70%,tetapi banyak orang yang meragukannya. Tapi,syukurlah,Anda hidup di Negeri Sangkuriang. Bahkan gedung-gedung olahraga yang sudah lama dianggarkan untuk pergelaran kompetisi SEA Games yang mencemaskan banyak pihak diramalkan akan jadi juga pada detik-detik terakhir. Selain Negeri Sangkuriang, Indonesia juga dikenal dengan tradisi ketok magic. Jangan tanya bagaimana caranya,pokoknya percaya saja. Semua akan beres,selesai pada waktunya. Namun jangan tanya kualitasnya, apalagi check & balancenya. Sudah hampir pasti kerja seperti itu banyak masalahnya. Sepertinya ada masalah besar dalam business process di negeri ini, tetapi entah mengapa,walaupun sudah diperbaiki, tetap saja banyak masalahnya. Kalau prosesnya tidak tepat,apa yang bisa diharapkan pada hasilnya? Good process–great result! Nah kalau prosesnya saja sembarangan, bagaimana output-nya? Prokrastinasi Karena hal serupa terjadi berulang-ulang, sudah pasti pemerintah tahu apa yang menyebabkannya. Dulu, anggaran pemerintah baru bisa cair setelah bulan Juni. Perlahan- lahan diperbaiki menjadi bulan Maret dan sekarang sudah bisa dicairkan sejak awal tahun.Tapi masalahnya, mengapa bagian terbesar anggaran ini tetap dihabiskan setelah September? Bukankah ini berarti ”pikiran” aparat birokrasi belum berubah? Sikap mental yang sering menunda-nunda itu dalam ilmu perilaku dikenal sebagai procrastinator (prokrastinator). Seseorang yang melakukan procrastination (prokrastinasi) punya tendensi mengganti pekerjaan-pekerjaan high priority dengan pekerjaanpekerjaan low priority. Orang-orang seperti ini biasanya pencemas yang senang menunda-nunda pekerjaan. Prokrastinator mengatakan mereka bisa bekerja bagus dalam suasana di bawah tekanan (under pressure). Nahdalam birokrasi yang lembek dan lamban,mereka mendapatkan pembenaran. Tapi jangan cepat-cepat percaya bahwa kerja seperti itu bagus. Ada ilmu yang mengatakan sebenarnya prokrastinasi adalah bawaan lahir (human nature) sehingga kalau tidak dibentuk,semua manusia akan menunda-nunda pekerjaannya. A sense of timelessness ada dalam masyarakat suku-suku tertentu, bahkan berlaku sampai sekarang. Bahkan orang-orang Barat memberi label prokrastinasi kepada orang-orang Afrika sebagai African Time.Di Benua Afrika kebiasaan buruk tidak menepati waktu antara lain dibentuk oleh orientasi waktu polikronik, yaitu kebiasaan mengerjakan banyak hal sekaligus. Adapun di Barat, orang-orang terbiasa menganut budaya monokronik, satu program sampai tuntas. Lantas dari mana sumber etika ketepatan waktu? Para ahli percaya, etika ketepatan waktu berasal dari seorang ulama Yahudi bernama Hilec (100 BCE) yang mengajukan pertanyaan seperti ini: ”Jika saya bukan untuk diri saya, siapa yang akan melakukannya bagi saya? Tapi jika saya hanya untuk diri saya saja, siapakah saya? Dan bila tidak sekarang,kapan?” Prokrastinasi atau menunda- nunda pekerjaan, tidak taat pada waktu, dianggap sebagai perilaku yang tidak etis, selfish, dan merugikan orang lain. Di Barat,berlaku pepatah, ”If not now,when?”Kalau bukan sekarang, kapan? Pepatah ini membuat banyak pendidikan kepemimpinan mengarahkan calon-calon pemimpin untuk tidak menunda-nunda masalah. Masalah harus cepat didiskusikan, direncanakan,dan diatasi. Dalam ilmu manajemen dikenal istilah time management yang marak diberikan dalam berbagai workshop di sekitar era 1980-an. Bukan hanya sikap mental yang mereka bentuk, melainkan juga alat-alat pencatat (agenda kerja) banyak. Stephen Covey bahkan membagi orientasi waktu manusia ke dalam empat kategori. Generasi pertama adalah manusia denganalatbantuwaktu( jam) yang berfungsi memberi peringatan (alarmatauwake up call). Generasi kedua adalah time management dengan perencanaan dan kalender.Pada generasi ketiga, dimasukkan unsur perilaku seperti bekerja dengan prioritas, menjabarkan prinsip-prinsip pareto (bahwa 80% hasil yang didapat ternyata banyak diperoleh dari 20% pekerjaan yang penting), dan mengedepankan tata nilai. Namun orientasi waktu generasi keempat sudah dikaitkan dengan tata kelola dengan menggunakan berbagai peralatan teknologi. Waktu berjalan, para ahli telah menunjukkan bahwa bangsa-bangsa yang unggul bukanlah bangsa yang mengorbankan waktu dan bekerja tanpa memikirkan prioritas. Semakin sering suatu bangsa mengabaikan timeline, seperti yang Anda lihat, semakin fragile (mudah rusak, berisiko gagal) bangsa itu. Punctuality Nite Di Afrika, kebiasaan menunda- nunda waktu dirasakan banyak pebisnis sebagai penyakit menular yang sama bahayanya dengan HIV-AIDS. Maka pada Oktober empat tahun yang silam para pebisnis di Republik Pantai Gading bekerja sama dengan pemerintah menyelenggarakan pesta budaya untuk memerangi budaya jam Afrika. Mereka menggelar kompetisi ketepatan waktu berhadiah sebuah vila seharga Rp1 miliar. Menurut Reuters, kompetisi itu dilakukan untuk membangun kesadaran tentang besarnya kerugian yang dialami bangsa dari perilaku bekerja tanpa memperkirakan waktu. Kompetisi itu ditutup dengan malam kesenian disebut punctuality night (malam ketepatan waktu) dengan subtema: African time is killing Africa–let’s fight it! Saya berpikir, pemerintah yang baik tidak hanya peduli membangun bangsanya dengan hanya membangun infrastruktur fisik berupa jalan tol, pelabuhan, bendungan, dan gedung-gedung bertingkat saja. Pemerintah yang hebat perlu membangun budaya, yaitu budaya respek.Ini adalah budaya yang hampir hilang dari kehidupan sehari-hari. Orang-orang yang menghargai waktu adalah orang-orang yang memiliki budaya respek. Rhenald Kasali Guru Besar Universitas Indonesia

Eric E. Schmidt, Satu dari Tiga Aktor Google


JAKARTA, JUMAT - Dunia bisnis mencatat pria berkacamata ini sebagai orang yang sukses dalam bisnis internet. Terkesan dengan kepiawaiannya, Larry Page dan Sergey Brin, dua pendiri Google, mendaulatnya menjadi chief executive officer (CEO) raksasa mesin pencari itu sejak 2001. Mereka percaya pengalaman Eric E. Schmidt di jagad maya selama 20 tahun membuatnya mampu membesarkan Google. Eric membayar tuntas kepercayaan mereka. Orang terkaya dunia peringkat 142 versi majalah Forbes ini menjadi satu dari tiga aktor dibalik kesuksesan Google.
Dialah pria yang menguasai peta dunia maya. Betapa tidak, dia orang nomor satu di situs pencari nomor satu di dunia. Sebagai Chief Executive OfficerGoogle, Eric E. Schmidt berperan penting menyulap Google, dari sekadar mesin pencari data menjadi mesin penghasil uang.
la pun telah mengantarkan perusahaan yang bermarkas di California, Amerika Serikat itu, sebagai salah satu perusahaan kompetitor terberat Microsoft Corporation. Tak hanya itu, berkat kepiawaiannya pula, pengembangan dan inovasi bisnis internet termasuk bisnis iklan online Google terus bergulir.
Kini, Eric kompak memerintah Google bersama dua pendiri Google, Lary Page dan Sergey Brin. Kekompakan ketiga orang ini kerap kali mendapat julukan Triumvirat Google.
Kesuksesan Eric bersama Google menambah pundi-pundi kekayaanrnya. Ia adalah salah satu dari sedikit orang yang menjadi miliuner dari opsi saham (stock option) bagi karyawan di perusahaan, biarpun ia bukan pendiri maupun sanak keluarga pendiri perusahaan itu.
Majalah Forbes mendudukkannya pada ranking 142 daftar orang terkaya di dunia pada 2008 ini. Majalah itu menghitung total kekayaan Eric mencapai 6,6 miliar dollar AS. Pada tahun ini pula, Forbes memasukkan Eric ke dalam daftar orang terkaya di bidang teknologi informasi di urutan ke-59. Sedangkan tahun lalu, is berada di peringkat pertama 50 orang terpenting di jagad web versi majalah PC World.
Saat ini, Schmidt tinggal di Atherton, California, Amerika Serikat bersama istrinya, Wendy. la juga meluangkan waktu mengajar kuliah bisnis paruh waktu di Standford Business School.
Schmidt lahir pada 27 April 1955 di Washington D.C. Ayahnya seorang ekonom dan ibunya adalah ibu rumah tangga biasa. la mengenyam pendidikan menengah di Yorktown High School, Virginia. Selepas itu, Schmidt melarutkan pendidikan ke Princeton University. Di sana, ia memperoleh gelar Bachelor of Science pada bidang studi teknik elektro. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi.
Pada 1979, Schmidt mendapatkan gelar master ilmu komputer. Lalu pada 1982, is memperoleh gelar Ph. D. dalam ilmu komputer dari University of California, Berkeley. Kala itu, disertasinya mengenai masalah manajemen distribusi pengembangan software dan peralatan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Pada awal perjalanan kariernya, Schmidt memilih serius di bidang tehnik pada perusahaan TI. la tercatat pernah bekerja pada Bell Laboratories dan Zilog. la pun pernah bekerja sebagai staf penelitian pada - laboratorium ilmu komputer di Xerox Palo Alto Research Center (PARC).
Pada 1983 adalah tahun yang menentukan bagi kelanjutan karier Schmidt. Pada tahun inilah ia bergabung dengan Sun Microsystems untuk memimpin proyek pembuatan program Java. Tak lama kemudian kariernya melejit menjadi Chief Technology Officer (CTO) Sun Microsystems.
Selama kurun waktu 14 tahun di Sun, Schmidt berhasil menduduki berbagai posisi eksekutif. la mendapat pengakuan dunia internasional atas sumbangannya pada perkembangan internet. Dia juga megjadi tokoh penting dalam mengembangkan dan memasarkan Java, platform bahasa program milik Sun.
Kemudian tahun 1997, Schmidt bergabung dengan dengan Novell Inc sebagai CEO. Waktu ia bergabung, perusahaan software ini sedang kesulitan. Schmidt mencoba memperbaikinya. Namun ketika-itu gelembung dotcom pecah dan ekonomi AS melambat. Akhirnya Schmidt meninggalkan Novell.
Pada Maret 2001, Schmidt melamar ke Google. la harus bersaing dengan 50 orang lainnya yang berambisi mendampingi pendiri Google, Lary Page dan Sergey Brin, yang waktu itu sedang mencari wakil direksi. Hasilnya, kedua pendiri Google tersebut begitu terkesan dengan Schmidt ketika mewawancarainya.
Eric Schmidt punya pekerjaan yang tak mudah sebagai Chief Executive Officer (CEO) Google dan orang nomor tiga di perusahaan itu. Namun, is membuktikan kepada semua orang bahwa ia berhasil membawa Google menjadi perusahaan internet yang menguntungkan. Eric juga menggagas budaya kerja unik di Google. la menciptakan formula 70/20/10. la pun membangun Googleplex, markas besar Google, sebagai tempat kerja yang nyaman. Namun, Eric terkenal sebagai orang yang sangat  tertutup.
Dengan 20 tahun lebih pengalaman dalam perusahaar Eric bisa menjaga keseimbang an di antara Larry Page dan Sergey Brin, dua orang pendiri Google. Jika kedua anak muda itu terlibat perdebatan atau perbedaan pendapat yang panas, Eric-lah yang akan berdiri di antara mereka. la akan menyatukan pendapat mereka sehingga perusahaan itu tetap solid di depan para hadapan Wall Street.
Bisa dibilang, pekerjaan Chief Executive Officer (CEO) Eric adalah yang tersulit di seluruh negeri itu. Dia harus berbagi kewenangan dengan dua pendiri Google yang sangal besar pengaruhnya. Dia pula yang harus menyampaikan keputusan mereka kepada investor dan karyawan.
la harus mengelola perusahaan internet yang sedang berkembang pesat dan merijaganya dari masalah, agar kreativitas tetap terpacu. Dan, is harus melakukan semua itu sambil berkompetisi dalam meraup pangsa pasar.
Eric membuat Google mendapat keuntungan dari penjualan iklan teks yang tertera di samping hasil pencarian, penjualan lisensi tehnologi pencari, dan bisnis periklanan. Kini, kapitalisasi pasar Google Inc., mencapai 168 miliar dollar AS. Sekitar 19.604 karyawan turut menopang roda bisnis Google.
Langkah fenomenal Eric dalam memperluas bisnis Google adalah mengakuisisi situs bisnis periklanan online yang menggunakan video. Awalnya, banyak yang pesimistis bahwa akuisisi ini akan berhasil. Namun, Eric tetap berkeras hati. Pada 10 Oktober 2006, is mewujudkan mimpinya tersebut. Walhasil, Google mengakuisisi situs Youtube senilai 1,65 miliar dollar AS.
Ternyata keputusannya mengakuisisi situs tersebut adalah pilihan yang tepat. Pada 2007, Google melaporkan telah mengantongi keuntungan dari pendapatan iklan sebesar 5,7 miliar dollar AS. Hal ini berarti, hanya dalam setahun, mereka mengembalikan modal pembelian Youtube.
Selain itu, Eric juga menggagas sebuah model sumber daya bisnis, yaitu formula 70/20/10. Metode ini menjadi terobosan bagi Google untuk mengelola inovasi para karyawannya. Berdasarkan rasio ini, karyawan idealnya harus memanfaatkan 70 persen waktu untuk mengerjakan bisnis inti perusahaan, 20 persen waktu untuk melakukan proyek yang berhubungan dengan bisnis inti, dan 10 persen waktu untuk proyek di luar bisnis inti.
Selain jago dalam dunia bisnis, Eric juga telah menciptakan budaya perusahaan yang unik. Eric berusaha menciptakan kondisi bekerja yang nyaman dalam perusahaan. Markas Google di Mountain View, California, Amerika Serikat lebih mirip kampus daripada kantor. Di sana, Eric menyediakan teknologi yang hebat, fasilitas lengkap, serta cemilan gratis.
Kenyamanan ini telah membuat banyak karyawan betah bekerja di Google. Menurut catatan majalah Fortune, saat ini tingkat turn over karyawan Google hanya 1 persen. Fortune pun menjuluki Googleplex sebagai kantor ternyaman di dunia.
Pada 2006, Eric memperoleh penghargaan dari National Academy of Engineering lantaran sukses mengembangkan strategi bagi mesin pencari paling sukses sedunia. Pada tahun ini pula, Apple Inc. memasukkan Eric ke dalam jajaran direkturnya.
Eric terlibat pula di sejumlah yayasan. la adalah Chairman New America Foundation. Ia dan isterinya pun menjalankan The Schmidt Family Foundation yang menangani isu keberlangsungan dan penggunaan sumber daya alarm secara bertanggung jawab.
Di luar itu, Eric juga seorang kolektor seni. Ia berada dalam daftar kolektor seni kelas atas pada ARTnews 200. Selebihnya, tak banyak orang tahu siapa Eric sebenarnya dan bagaimana kehidupan pribadinya. Sebab, ia sangat berhasti-hati menjaga masalah-masalah personalnya. Satu contoh yang paling terkenal adalah ketika ia mencekal wartawan CNet setelah situs berita teknologi itu menuhs cerita pribadiaya dengan menggunakan data-data dari hasil pencarian di internet. (Roy Franedya, Rika Theo)

Indonesia Butuh Jutaan Wirausaha Baru


TASIKMALAYA, KOMPAS.com — Upaya menambah jumlah wirausaha di Indonesia tidak pernah mudah karena seorang wirausaha baru membutuhkan keberanian. Keberanian dibutuhkan karena dunia usaha itu tidak pernah pasti.
Indonesia itu membutuhkan wirausaha sedikitnya setara dengan 4 persen dari jumlah penduduk. Namun, saat ini, baru ada 0,4 persen dari jumlah penduduk. Jadi, Indonesia membutuhkan tambahan jutaan wirausaha baru.
-- Hatta Rajasa
"Indonesia itu membutuhkan wirausaha sedikitnya setara dengan 4 persen dari jumlah penduduk. Namun, saat ini baru ada 0,4 persen dari jumlah penduduk. Jadi, Indonesia membutuhkan tambahan jutaan usahawan baru," ujar Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa di Tasikmalaya, Jawa Barat, Sabtu (13/8/2011), dalam kunjungan kerjanya.
Hatta memberikan tips menjadi wirausaha sukses dengan menekankan pada empat prinsip yang harus dipegang dan diperjuangkan.
Di hadapan lebih dari 1.115 orang, prinsip pertama yang diungkapkan untuk menjadi pengusaha sukses adalah harus dapat mengembangkan sikap wirausaha yang menampilkan percaya diri sebagai modal utama.
Kedua, pengusaha harus memiliki prinsip dan motivasi yang besar untuk mengubah keadaan agar semakin baik dan terus menjadi lebih baik.
Ketiga, harus berusaha dan memiliki kemampuan untuk dapat mengembangkan diri dengan memaksimalkan segala potensi yang dimiliki serta mengoptimalkan semua jejaring yang terus diperluas.
Keempat, pengusaha sejati harus memiliki modal utama berupa semangat kerja keras pantang menyerah dan punya mimpi (cita-cita besar).
Hatta yakin, dengan pegangan keempat prinsip tersebut, Indonesia akan memiliki banyak sekali wirausaha yang tangguh dalam waktu 10 tahun ke depan.
Pemerintah akan terus berupaya untuk semakin memudahkan lingkungan bisnis agar semakin kondusif bagi pelaku usaha. Salah satunya, dia menjanjikan kemudahan akses terhadap permodalan/pinjaman bank tanpa dibebani agunan melalui kredit usaha rakyat.

Monday, October 17, 2011

BANDUNG, itb.ac.id - Sabtu (15/10/11), seluruh pengunjung Aula Barat ITB tampak kagum dengan paparan yang disampaikan sosok pengusaha nasional inspiratif, Aburizal Bakrie. Dalam kesempatan istimewa tersebut, Aburizal Bakrie menyampaikan kuliah umum dengan topik "Peran Kewirausahaan Dalam Mempercepat Kebangkitan Bangsa", sekaligus meresmikan pembukaan Sekolah Pengusaha Muda (SPM) angkatan kedua.

Acara yang terselenggara atas kerjasama Lembaga Kemahasiswaan ITB dan Keluarga Mahasiswa ITB tersebut mengangkat tentang kisah-kisah dan perjalanan hidup seorang Aburizal Bakrie hingga sukses menjadi seorang pengusaha. Tak lupa, ia juga membagikan ilmu-ilmu berharga tentang wirausaha, yang diperolehnya sejak masa kuliah.

Aburizal Bakrie, yang sudah mulai merintis usaha pertamanya sejak kuliah tersebut, menyampaikan bahwa ada tiga sektor yang prospek ke depannya sangat bagus. "Ada tiga krisis dunia yang terjadi sekarang ini, yaitu energi, pangan, dan air. Jalankan bisnis di tiga bidang ini, karena chance ke depannya akan besar," ungkap sosok yang akrab disapa Bang Ical ini.

Selain tiga sektor tersebut, ia juga menyarankan sektor-sektor lain yang fabrikasi tinggi, misalnya sektor pertanian seperti sawit, coklat, atau karet. Menurutnya, sektor lain seperti bioteknologi juga akan menjadi besar di masa depan, karena tuntutan terhadap sektor ini semakin tinggi.

Percaya Kekuatan Tuhan

Alumni ITB angkatan 1964 tersebut, yakin bahwa Sang Pencipta yang berperanan atas kesuksesan yang dimilikinya selama ini. Beberapa kali bisnis yang digagas oleh Aburizal Bakrie kandas di tengah jalan, namun mampu berdiri kembali berkat kekuatan Tuhan. "Turun dan naik selalu ada di kehidupan seorang pengusaha, kuncinya adalah selalu berusaha dan bangun lagi kalau kita jatuh," ujarnya.

Dalam paparan yang disampaikannya, Aburizal Bakrie juga mengajak peserta untuk membangkitkan keyakinan bahwa Indonesia akan menjadi sebuah negara yang maju. "Yakinlah bahwa Indonesia mampu untuk menjadi bangsa yang lebih maju. Percayalah masih ada harapan," ujarnya.

Sunday, October 16, 2011


Pendidikan AS Bikin Pelajar ‘Speak Up’

Friday, October 14th, 2011
oleh : Rias Andriati

Presiden Perhimpunan Alumni Indonesia-Amerika Serikat (Alumnas) Hasan M. Soedjono mengatakan bahwa pendidikan di Amerika Serikat memiliki kekhasan. Pelajar dididik untuk berani mengeluarkan pendapat, berpikir secara sistematis dan independen, serta berpegang teguh pada fakta.
Tapi, keberanian itu bukanlah tanpa dasar. Kita tidak bisa asal njeplak. Sebuah pernyataan harus diikuti fakta dan riset,” kata Alumni Harvard Business School itu. Selain itu, siswa juga dirangsang untuk menulis pendapat mereka, baik di buletin kampus, jurnal dan paper. Pendekatan pengajaran di AS pun mengarahkan pelajar untuk kreatif. Pendidik tidak diperkenankan hanya mendikte dan menyuruh siswa menghapal. “Kita tidak berbicara soal mengisi otak melainkan merangsang otak,” tegas pria kelahiran 15 November 1951.
Selain itu, pelajar dinilai berdasarkan sistem meritokrasi yaitu berbasis prestasi. Tidak ada penilaian berdasarkan senioritas. “Seseorang yang meraih gelar Doktor berarti memiliki kemampuan yang pantas untuk meraih gelar itu. Tidak ada gelar yang dipaksakan. Pada akhirnya, semua siswa ingin menjadi yang terbaik dengan cara bersaing,” ujar Hasan lagi.
Kelebihan lain dari sistem pendidikan di Amerika Serikat adalah siswa diarahkan berpikir dan bertindak jujur. Ini terkait konsistensi dan integritas. Menyontek adalah salah satu yang ‘haram’ dilakukan. “Di Amerika, siswanya juga suka menyontek, sama seperti di Indonesia. Namun, kebiasaan itu berhenti saat mereka kuliah. Hukuman untuk siswa yang menyontek sangatlah berat. Siswa bisa dikeluarkan.”
Meskipun begitu, dunia pendidikan AS tidaklah sempurna. Perguruan tinggi di negara adidaya itu sangatlah mahal. “Biaya mahal tidak selalu berarti kekurangan. Perguruan tinggi yang menerapkan biaya mahal biasanya memberikan kualitas pendidikan yang tinggi,” kata Hasan lagi.
Satu hal yang menonjol dari lulusan luar negeri adalah keberanian mereka menyampaikan pendapat secara sistematis. Mereka juga terbiasa melakukan analisis. Khususnya di Amerika, seringkali soal-soal Fisika dan matematika justru bukan mencari hasil angka. “Pertanyaan justru meminta jawaban, mengapa suatu rumus tersebut penting? Apa kegunaannya untuk masyarakat,” ucap peraih gelar Sarjana jurusan Teknik Kimia dari King Khalid University of Petroleum and Mineral, Saudi Arabia. Proses menulis kembali diasah dari pertanyaan-pertanyaan semacam itu. (Acha)